“Pemerintah pusat tidak bisa melempar tanggung jawab persoalan nakes honorer ke pemerintah daerah begitu saja. Harus ada kejelasan bagaimana cara Pemda membiayai pengangkatan PPPK. Jangan sampai nanti hanya jadi angin surga: Pemda menyetujui mengangkat sebagai PPPK ternyata tidak ada anggarannya,” kata Netty.

Netty meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersama-sama mencarikan solusinya. “Alternatifnya, apakah dengan menambah Dana Alokasi Umum (DAU) atau bahkan ada Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pembiayaan PPPK,” katanya.

Baca juga:  Pengadaan Gorden Rp. 48,7 M Tunjukkan DPR Tidak Peka

Jika tidak segera dicarikan solusinya maka penghentian nakes honorer akan berdampak pada kolapsnya pelayanan kesehatan masyarakat.

“Bisa dibayangkan nasib pelayanan kesehatan masyarakat di Puskesmas-Puskesmas di daerah yang kolaps akibat PHK nakes honorer. Kalau ini terjadi maka indeks kesehatan kita akan anjlok, gangguan kesehatan meningkat, prioritas nasional ke-3; yaitu membangun SDM yang sehat, unggul, dan berkualitas makin absurd,” tegas Netty.

Baca juga:  Koordinasi PT Jasa Raharja Perwakilan Tasikmalaya dengan RSUD dr Soekardjo Kota Tasikmalaya

Imbasnya penanganan stunting, katanya, juga akan makin sulit dan berat akibat berkurangnya tenaga pelayanan di puskesmas.

Selain itu, “Jika pengangguran meningkat, maka daya beli masyarakat akan menurun. Mereka tidak mampu membeli pangan bergizi untuk memenuhi kebutuhan keluarga,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *