
beritain.id– Ada anak dokter hingga Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mendapat bantuan dari Program Indonesia Pintar (PIP) membuat Gubernur Jawa Barat terpilih Dedi Mulyadi kaget.
Saat itu Dedi Mulyadi mengkonfirmasi laporan siswi SMAN 7 Cirebon soal uang PIP yang dipotong.
Rupanya pemotongan tersebut bukan diberikan untuk sekolah, melainkan ke partai politik.
Demul, sapaan Dedi Mulyadi, juga menemukan fakta jika uang bantuan PIP dianggap tidak tepat sasaran.
Pasalnya banyak siswa tak mampu yang justru tidak mendapatkan bantuan tersebut.
Awalnya, Dedi Mulyadi menanyakan soal masih adanya uang SPP yang diminta oleh pihak SMAN 7 Cirebon hingga uang bangunan sebanyak Rp6,4 juta.
Menurut Wakasek Humas SMAN 7 Cirebon, Undang Ahmad Hidayat, pungutan ini berdasarkan kesepakatan para orang tua siswa.
“Berdasarkan hasil rapat komite awal tahun ajaran Rp6,4 juta,” ujar Undang, melansir tayangan di kanal YouTube KANG DEDI MULYADI CHANNEL, Sabtu (8/2/2025).
“Peruntukannya biaya yang tidak ter-cover oleh BOS dan BOPD,” lanjutnya.
Menurut dia, uang tersebut digunakan untuk peningkatan mutu yang tidak tercover oleh bantuan dari BOS dan BOPD.
Namun menurut Dedi Mulyadi hal itu tidak boleh, karena sekolah negeri sudah gratis.
“Kan sejak 2019 sudah diumumkan gratis kok,” timpal Demul.
Namun Undang berkilah bahwa hal itu merupakan keputusan komite sekolah.
“Gratis enggak ada SPP maksudnya tuh, tapi ini kan keputusan komite orang tua. Kita diadakan rapat karena katanya boleh sama Gubernur,” jelas Undang.
Dedi Mulyadi pun meminta pihak SMAN 7 Cirebon untuk tidak lagi memungut biaya apapun kepada siswa.
“Ke depan harus sama, tidak boleh ada sesuatu yang dilakukan di luar ketentuan. Kalau ada kebutuhan, nanti provinsi yang beri bantuan,” kata Demul.
Bahkan kata dia, pungutan yang dilakukan oleh komite sekolah juga sudah tidak boleh ada lagi di Jawa Barat.
“Kalau pungutan atas nama komite sekolah, dilarang. Ini berarti ke depan hentikan ya,” tegasnya.
Kemudian ia juga menanyakan soal SPP Rp200 ribu per bulan yang dibebankan kepada siswa kelas XII.
“Itu tuh, mungkin karena kita banyak utang Pak, pembangunan,” jawab Undang.
Kemudian Demul pun menanyakan soal bantuan PIP yang dipotong Rp200 ribu per siswa.
Menurut Undang dan rekannya, Taufik, uang PIP tersebut ditawarkan oleh pihak partai politik ke sekolah.
Namun saat itu, partai politik meminta untuk memotong Rp200 ribu per siswa.
Ia menegaskan bahwa uang tersebut sama sekali tidak masuk ke sekolah.
“Uang dipotong Rp200 bukan untuk sekolah, katanya sih ke partai,” ungkap Taufik.
Penerima PIP di SMAN 7 Cirebon, kata Taufik, ada sekitar 500 orang.
“500 dikali Rp200 ribu, berarti Rp100 juta?” ujar Demul kaget.
Pihak sekolah pun mengaku, setelah itu tak pernah mencairkan lagi uang tersebut karena ketakutan.
“Setelah itu kita enggak mau mencairkan lagi, karena ada potongan. Kita takut,” kata Undang.
Namun Taufik justru mengungkap fakta lain soal penerimaan PIP ini.
Menurutnya, penerima PIP tidak tepat sasaran.
“Ada anaknya dokter dapat PIP, anak PNS juga dapat. Termasuk anak saya dapat di SMP, saya ASN,” beber Taufik.
Mendengar hal itu, Demul pun sontak langsung kaget.
“Di antara 500 itu bukan orang miskin?” tanya Demul.
“Bukan. Yang seharusnya dapat malah jadi enggak dapet, datanya dari Dapodik,” ujar Taufik lagi.
Sebelumnya, Dedi mengimbau sekolah jangan menjadi ladang untuk berdagang.
Pihak sekolah tidak diperbolehkan menjual buku dan lembar kerja siswa (LKS).
“Sekolah tak boleh menjual buku LKS, seragam,” tegas Dedi pada unggahan di akun TikToknya dan dikonfirmasi ulang Kompas.com pada Jumat (7/2/2025).
Hal lain yang dilarang Dedi yakni pihak sekolah tidak boleh membuat kegiatan-kegiatan yang di dalamnya ada pungutan.
Salah satu kegiatan tersebut yakni studi tour yang di dalamnya ada pungutan.
“Termasuk kegiatan seperti renang dan sejenisnya yang di dalamnya ada pungutan-pungutan pada siswa,” tambah Dedi.
Dia mengatakan, hal ini dilarang karena akan selalu menimbulkan kecurigaan dan berdampak bagi tekanan psikologis para guru.
Lebih lanjut, Dedi meminta semua pihak yang terkait pendidikan untuk bersama-sama menata pendidikan agar lebih baik.
“Satu komitmen dari saya bahwa anggaran bantuan provinsi untuk sekolah-sekolah akan difokuskan pada apa yang menjadi kebutuhan di sekolah.”
“Bukan kegiatan-kegiatan dengan tujuan lain,” kata Dedi.
Selain itu, Dedi juga menginstruksikan kepala sekolah tidak boleh mengelola keuangan sekolah.
Selain kepada kepala sekolah, Dedi punya instruksi kepada guru.
“Guru tidak boleh dibebani oleh berbagai aspek yang bersifat administratif,” jelas Dedi.
Aspek tersebut membebani guru sehingga mereka sibuk membuat laporan dibanding fokus mengajar kepada siswanya.
Dedi mengatakan, pihaknya akan menyiapkan tim kepegawaian untuk mendampingi guru-guru di setiap sekolah.
Pekerjaan yang bersifat administratif untuk kenaikan golongan yang berdampak pada kenaikan tunjangan, gaji guru dan sejenisnya, diserahkan kepada tim kepegawaian yang mengelolanya.
“Guru difokuskan untuk mengajar tanpa berpikir apapun yang diluar kepentingan belajar mengajar,” tegas Dedi. (http://TribunJatim.com)