Usaha bisnis es dawetnya ia ibaratkan seperti air yang mengalir. Tetap berjualan seiring perubahan zaman. Konsep ini yang membuat warung es dawet Moro Seneng tak pernah vakum sejak dulu.

Baru setengah jam kami mengobrol, Sugiono pamit untuk sholat zuhur. Ia pun digantikan oleh karyawannya. Saya lanjut mengobrol dengan Agus (39), salah satu karyawan di warung Moro Seneng.

Warung Moro Seneng total memiliki lima karyawan. Dua membantu di Gang Jayan, dua berjualan di dalam pasar, dan satu lagi khusus untuk memasak dawet.

Agus sendiri telah bekerja di sini selama 20 tahun. Ia menerangkan, walaupun warung ini yang terkenal namun warung es dawet Moro Seneng bukan penjual dawet pertama di Pasar Kliwon.

“Nggak pertama, ada yang lainnya. Tapi namanya beda. Iya, memang yang terkenal sini, tapi bareng sama yang lain. Mereka juga sama-sama dari Welahan, seperti asal pemilik aslinya ini,” tutur Agus sambil mengingat.

Baca juga:  Tips Sehat Bagi Ibu Hamil Berpuasa

Ia menjelaskan ayah dari Sugiono merupakan orang Welahan, Jepara. Sedangkan ibunya berasal dari Nganguk, Kudus. Es dawet ini dibawa dari Welahan ke Pasar Kliwon yang kemudian jadi dikenal di Kudus.

Di sela saya bertanya dengan Agus, kami juga mengobrol dengan salah satu pelanggan setia bernama Muslihatin (57). Ia berasal dari Tambakromo, Pati. Bersama anaknya, ia kulak pakaian dari Pasar Kliwon.

es dawet moro seneng mojok.co
Penampakan segelas es dawet Moro Seneng. (Abdul Karim/Mojok.co)

Ia sudah berlangganan es dawet Moro Seneng sejak tahun 1992. Ia juga menjadi saksi sejarah dari warung Moro Seneng dan Pasar Kliwon. Sejak harga per gelasnya hanya 750 perak sampai sekarang yang harganya Rp5 ribu. Ia bahkan sudah melalui dua kali kebakaran yang dialami Pasar Kliwon.

“Saya ini setiap ke sini selalu terkesima dengan dawetnya,” canda Muslihatin.

Agus pun menyahut: “Betul. Jangan sama penjualnya. Penjualnya sudah punya istri,” jawabnya sambil tertawa.

Baca juga:  IGD RS UKM Siagakan Pelayanan Libur Lebaran

Rasa dawet yang enak dan legi menjadi alasan pelanggan tetap setia membeli dawet di warung Moro Seneng.

“Rasanya itu enak dan nyamleng mas,” jawab Muslihatin. “Nyamleng itu di atasnya joss. Itu namanya nyamleng,” sambungnya.

Menurut para pelanggannya, nama Moro Seneng bisa berarti ketika masuk ke dalam warung ini, masalah apapun akan terasa hilang. Diharapkan orang yang datang akan selalu senang ketika masuk. Namun beda lagi kalau sudah keluar dari warung. Begitulah candaan para pelanggan setia warung es dawet Moro Seneng.

Ketika gerimis mulai jatuh, pemilik warung pun kembali. Saya bersiap untuk pulang karena waktu hampir menunjukkan jam empat dan warung akan segera tutup. Saya pun memesan tiga bungkus lagi untuk saya nikmati di rumah bersama keluarga.

Reporter: Abdul Karim
Editor: Purnawan Setyo Adi

 

sumber: mojok.id

Byadmin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *